Arsitektur dan Lingkungan

Kajian Kontekstual dalam Skala Kota dengan Aspek Sosial,Budaya,ekonomi

Kajian terhadap kontekstual dalam Arsitektur rupanya sudah ada sejak era tahun 80an.Namun baru-baru ini,melihat arah perkembangan kota-kota besar yang semakin rumit dan juga tidak teratur,makan kebijan-kebijakan kota,seperti peraturan kota,dll mulai diarahkan agar membentuk tempat beraktivitas sesuai dengan konteks sekitarnya

Kontekstual dalam arsitektur dan kota pertama kali dilontarkan oleh kelompok arsitek perancang kota di
Universitas Cornell tahun 1970-an (Sumber lain menuliskan Stuart Cohan dan Steven Hurtt-lah yang mengaku memperkenalkannya untuk pertama kalinya di Cornell pertengahan tahun 1960-an) dimuat dalam buku Collage City yang ditulis Colin Rowe dan Fred Koetter di mana dicanangkan suatu teori baru perancangan kota. Kata “kontekstual” di dalam perancangan arsitektur dan kota telah banyak disalah-artikan dalam pengertian “regionalisme”, “jati diri”, “kepribadian”, bahkan menjadi pandangan kedaerahan yang sempit.

Kontekstualisme yang sering juga disebut Urbanism lahir dari pemahaman dan pendapat bahwa gagalnya Arsitektur Modern. Berawal dari kurangnya pemahamantentang Urban konteks, mulainya desain dari dalam baru memperhatikan lingkungan sekitar, dan juga kutang dalam linkage dalam pembentukkan ruangdan tempat yang sebenarnya mempengaruhi arah pembangunan kota

Maka dari itu perlu diperhatikan kontekstual,karena pengaruhnya sangat besar terhadap desain bangunan dan juga sebaliknya.Wajah lingkungan sekitar, juga kondisi sekitar seperti social,biudaya,dan ekonomi mempengaruhi enclosure dan juga desain suatu bangunan dan tempat.Contohnya apa yang kita lihat pada kota-kota besar di Indonesia dimulai dengan sebuah proses perancangan Arsitektural. Proses perancangan kemudian dilihat sebagai strategi penyisipan dan penyelesaian (termasuk pembongkaran atau penggantian) pada tapak tertentu. Kontekstualis memusatkan perhatian pada bentuk fisik relatif terpenggal dari acuan citra arsitektur tertentu. Pendekatan tipologi seorang kontekstualis adalah pemahaman intuitif dari aneka ragam model organisasi geometri yang mungkin dapat dipakai dalam berbagai kombinasi untuk pemecahan persoalan tertentu.

Itu berbeda dengan seorang rasionalis yang memandang tipologi dan model hanya sebagai sumber bentuk fisik, di mana tipe dan bentuk dapat disusun tanpa acuan kepada arti dan aturan yang lama.
Beberapa contoh penerapan kontekstual di Indonesia di antaranya: beberapa kota di Jawa dengan struktur awal sederhana yakni sumbu linier utara-selatan dan perkembangan kemudian ada di sekitarnya. Proses terjadinya dimulai dari “karang” dan baru kemudian jalan. Perkembangan dipacu oleh keberadaan rumah-rumah bangsawan, sebagai pusat. Kawasan kota bercampur antara fungsi-fungsi kota, dan antara bagian desa dan bagian kota. Kawasan kota selalu bertransformasi ataupun berkembang secara sporadik. Kasus: Kawasan Malioboro. (Ardi Pardiman Parimin, 1989)

Kontekstualisme muncul di antara isme-isme dalam arsitektur dan perancangan kota. Stuart Cohan dan
Steven Hurtt, yang mengaku memperkenalkan kontekstualisme, menyatakan bahwa kontekstualis bermaksud memeluk spirit/jiwa bangunan-bangunan tua dengan lingkungannya yang bersejarah ke dalam rancangan baru; bukan bentuknya. Dengan demikian kontekstualisme dapat memberi tempat sekaligus membuka persoalan dengan aliran/paham lain seperti environmentalism, konservasionism, regionalism, postmodernism, dsb yang sedang berkembang.

Kontekstualisme oleh Wojciech Lesnikowski lebih disimpulkan sebagai minat dan tanggapan individu
ketimbang aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang bersifat universal. Ini berbeda dengan gerakan modern yang mewakiliseperangkat dogma, didaktik dan aturan-aturan yang universal dan jadilah hukum untuk standard praktek disain kalangan arsitek penganutnya.

Kalau di atas kontekstualisme dibaca sebagai metode, kontekstualisme dapat pula dianggap sebagai teknik disain untuk memberi jawaban atas kondisi-kondisi yang bersifat morfologis, tipologis, pragmatis menjadi bersifat plural dan fleksibel, serta bukan merupakan dogma rasional atau melulu berorientasi pada kaidah yang terlalu universal. Meskipun demikian harus diakui pada saat ini cukup banyak disain dengan dasar pemikiran kontekstual yang berakhir dengan kiat-kiat formal yang gersang karena dengan begitu saja mengangkat pengaruh bangunan bersejarah; bukan merupakan adaptasi sejarah yang dipikirkan masak-masak.

Dalam rancang kota, kontekstualisme memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya adalah kemampuannya secara potensial meredam lingkungan yang tidak tanggap atau liar. Kelemahannya adalah rancangan seolah-olah harus menerima keterikatan pada kondisi statis; bertentangan dengan produk-produk baru yang diinginkan yang lantas terpaksa dimanipulasi untuk menjaga selera keterkaitan. (Robi Sularto Sastrowardoyo, 1993)

Secara politik,daerah –daerah yang memperhatikan konteks akan terlihat perkembangannya.Bandungn sebuah kota besar yang dahulu dijadikan markas gubernur Hindia Belanda, maka terdapat bangunan-bangunan kenegaraan yang berada di Bandung, tata kota kota Bandung terlihat bahwa ada daerah militer yang terdapat diwilayah timur, wilayah perumahan rakyat di daerah selatan,atau kawasan perumahan elite di daerah utara (dago).Saat ini konteks dago sebagai wilayah permuahan sudah mulai bergeser. Menjamurnya FO dan juga sarana-sarana berbelanja menjadikan dago sebuah kawasan bisnis dan juga pusat perbelanjaan,Jika kita ilik fenomena ini maka berkembangnya dago menjadi sebuah wilayah komersial dikarenakan karena turis yang berasal kebanakan dari Jakarta yang sering mengunjungi Bandung sejak tol cipularang dibuka.Jadi, keadaan pada suatu tempat ternyata mempengaruhi keadaan pada tempat yang lain. Sehingga dalam taran ekonomi, social,budaya dapt menyatu dan bersinergi dan juga dapat berubah sewaktu-waktu

 

Arsitektur dan Penciptaan Ruang dan Tempat

Dalam sejarah kota-kota dunia, terlihat bahwa kota selalu berkembang,kota selalu berubah.Ruang-ruang dalam kota yang setiap zaman mengalamai perubahan menjadikan sebuah kota tersebut memiliki fungsi yang beragam,Ada banyak alas an mengapa ruang-ruang tersebut berubah fungsinya. Arsitektur merupakan sebuah ilmu yang beragam,mempelajari bagaimana manusia hidup dalam ruang-ruang tersebut, bagaimana sebuah ruang dapat ditempat manusia, bagaimana sebuah kehidupan terjadi dalam skala kecil membentuk skala besar seperti sebuah desa, dan menjadi kota, menjadi sebuah wilayah.

Dalam konteks urban, unsure ruang sangat penting sekali,, kita sebut saja Arsitektur kota , atau ruang-ruang dalam wilayah-wilayah kecil membentuk sebuah kesatuan dalam wilayah kota, Ruang-ruang inin membentuk tempat. Space to place. Arsitektur sendiri merupakan perwujudan ruang-ruang dan bentuk-bentuk kolektif.Untuk menciptakan paduan diantara keragaman kuncinya adalah bagaimana mengkaitkan (linkages) satu kegiatan dengan kegiatan lain, satu bagian kota dengan bagian kota lainnya, antara satu perubahan dengan perubahan lainnya, satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, atau antara satu yang belum/tidak berubah dengan perubahan yang akan dilakukan berikutnya. Di situ
diperlukan pemahaman akan adanya kaitan terbuka (open linkages)
Ruang dan Tepat dalam Skala Kota
Dalam skala kota membuat ruang, bentuk, tempat dan arsitektur juga dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan alam sekitar ,suasana,dan selarans dengan sekitar.
Dalam mewujudkan ruang, manusia perlu mengarahkan angin agar semilirnya menjadi menyejukkan, manusia perlu mengatur orientasi agar mendapatkan sinar matahari pagi yang hangat, manusia perlu menjauhkan tempat tertentu agar tidak terkena tampias air hujan, dan berbagai pengaturan lain agar budi dan daya yang dilakukan dapat berjalan tanpa terganggu secara ekstrim dengan kekuatan alam. Manusia menandai kekosongan dan kekuatan alam sebagi ’tempat’ baginya untuk berkehidupan, disitulah ruang diwujudkan.

“Kekuatan terpenting bagi sebuah ruang yang menjadi ’tempat’ bukanlah ditentukan oleh bentuk enclosure-nya, namun justru lebih ditentukan bagaimana kualitas ruang tersebut ditingkatkan. Enclosure justru hanya merupakan salah satu media yang dapat diselaraskan dengan peningkatan kualitas ruang. Sebuah ruang besar yang diberi batas bentuk, akan dapat dijadikan beberapa ’tempat’ dengan jenis peningkatan kualitas ’ruang’ yang berbeda. Sebuah ruang besar dapat dibatasi oleh bau masakan sebagai penanda keberadaan dapur dan ruang makan. Dapat dibatasi keredupan sebagai ruang tidur dan terangnya sinar sebagai ruang keluarga. Begitu berartinya kekuatan non-materi dalam mendukung eksistensi dari perwujudan ruang.” (Tjahja Tribinuka Dosen Jurusan Arsitektur ITS)

Kekuatan non materi dari ruang pada awalnya didapatkan dari kekuatan alam sekitar. Namun dengan perkembagan ilmu pengetahuan, saat ini dapat diwujudkan kekuatan alam itu dengan peralatan buatan manusia. Sebuah kekuatan suhu dapat diciptakan dengan air conditioner (AC), kekuatan tekanan udara dan angin dapat diciptakan dengan kipas listrik, kekuatan cahaya dpat diciptakan dari lampu, dan masih banyak lagi peralatan yang dapat menduplikasi kekuatan alam ini demi arsitektur. Penduplikasian kekuatan alam telah mencapai kemajuan dengan perkembangan teknologi sampai pada saat ini. Manusia telah mampu mewujudkan kondisi alam yang dapat memiliki keserupaan di lokasi alam semesta yang berbeda karakter. Namun demikian, kekuatan buatan ini ternyata membutuhkan lebih banyak kekuatan, berupa tenaga listrik untuk menghidupkannya, belum lagi dampak kerusakan lingkungan yang dapat muncul karena pembuangan dari mesin pencipta kondisi ini.

Secara bijak, duplikasi kekuatan alam dalam membentuk ruang menjadi sebuah ’tempat’ perlu dilakukan secara terintegrasi dalam konsep yang konsisten. Jika dalam sebuah gubahan arsitektur telah ditentukan satu titik ruang yang terfokus, maka selayaknya di ruang tersebut diwujudkan sebuah ’tempat’ dengan segenap potensi besarnya.Dalam ruang tersebut dibuat manusia menjadi beraktivitas. Ruang-ruang dalam kota yang membentuk tempat tadi, tidak terpisahkan satu sama lain,sehingga muncul kesatuan berdasarkan sejarah, lokasi, dan lain semacamnya yang dapat diintegrasikan menjadi sebuah konteks , kontekstual dengan lingkungan sekitar, alam sekitar, dan kondisi sekitar

 

Konsep Arsitektur Berkelanjutan “Sustainable Architecture”

Arsitektur terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan budaya. Sudah banyak inovasi-inovasi bangunan yang dilakukan. Baik dalam hal material, cara membangun, maupun bentuk dari bangunan itu sendiri. Namun sayangnya banyak dari bangunan tersebut yang dibuat dengan tanpa memperhatikan aspek lingkungan untuk jangka panjang. Sehingga menjadi timbul masalah baru yang membawa dampak negatif kepada lingkungan itu sendiri.

Hal tersebut diperparah dengan kondisi iklim yang semakin memburuk dan dampaknya sudah sebagian dapat kita rasakan saat ini. Isu ini sudah berkembang menjadi isu global yang biasa kita dengar yaitu global warming.

Bila hal ini tidak dipikirkan bagaimana penyelesaiannya, entah apa yang akan terjadi pada bumi kita akibat perkembangan dalam bidang arsitektur khususnya. Oleh karena itu saat ini kita harus mulai bertindak! Arsitektur berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan Sustainable architecture lahir sebagai salah satu aksi yang harus kita lakukan untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.

 

Iklim dan Arsitektur, hubungannya dengan peran arsitek

Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variabel-variabel atmosfer yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Unsur-unsur iklim ini terdiri dari radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin.

Unsur-unsur ini berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang disebabkan oleh adanya pengendali-pengendali iklim. Pengendali iklim atau faktor yang dominan menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain menurut Lakitan (2002) adalah (1) posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang), (2) keberadaan lautan atau permukaan airnya, (3) pola arah angin, (4) rupa permukaan daratan bumi, dan (5) kerapatan dan jenis vegetasi.

 

Perubahan Iklim Global dan Peran Arsitektur

Peran Arsitektur dan Perubahan Iklim
Dalam Perancangan bangunan, sering kali kurang memperhatikan keselarasan dengan alam, dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam dan penggunaan teknologi yang tidak ramah terhadap alam. Oleh karena itu, perancangan bangunan secara arsitektur mempunyai andil besar memicu pemanasan global dan berakibat pada turunnya kualitas hidup manusia. Dari semua gejala alam yang sudah terjadi, kini sudah saatnya perancangan bangunan secara
arsitektur, lebih memahami alam melalui pendekatan dan pemahaman terhadap perilaku alam lebih dalam agar tidak terjadi kerusakan alam yang lebih parah. Sasaran utama dari upaya ini adalah tidak memperparah pemanasan global, melalui upaya rancangan arsitektur yang selaras dengan alam serta memperhatikan kelangsungan ekosistim, yaitu dengan pendekatan ekologi.
Pendekatan ekologi merupakan cara pemecahan masalah rancangan arsitektur dengan mengutamakan keselarasan rancangan dengan alam, melalui pemecahan secara teknis dan ilmiah. Pendekatan ini diharapkan menghasilkan konsep-konsep perancangan arsitektur yang ramah lingkungan, ikut menjaga kelangsungan ekosistem, menggunakan energi yang efisien, memanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui secara efisien, menekanan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui dengan daur ulang.

Semua ini ditujukan bagi kelangsungan ekosistem, kelestarian alam dengan tidak merusak tanah, air dan udara., tanpa mengabaikan kesejahteraan dan kenyamanan manusia secara fisik, sosial dan ekonomi secara berkelanjutan.
Bangunan didirikan berdasarkan rancangan yang dibuat oleh manusia yang seringkali lebih menekankan pada kebutuhan manusia tanpa memperhatikan dampaknya terhadap alam sekitarnya. Seharusnya manusia sadar betapa pentingnya kualitas alam sebagai penunjang kehidupan, maka setiap kegiatan manusia seharusnya didasarkan pada pemahaman terhadap alam termasuk pada perancangan arsitektur. Pemahaman terhadap alam pada rancangan arsitektur adalah upaya untuk menyelaraskan rancangan dengan alam, yaitu melalui memahami perilaku alam., ramah dan selaras terhadap alam. Keselarasan dengan alam merupakan upaya pengelolaan dan menjaga kualitas tanah, air dan udara dari berbagai kegiatan manusia, agar siklus-siklus tertutup yang ada pada setiap ekosistim, kecuali energi tetap berjalan untuk menghasilkan sumber daya alam.
Arsitek dalam mendesain bangunan memandang iklim tidak sekedar sebagai masalah, melainkan sebagai sumber potensi. Berdasarkan penelitian di Lawrance Barkeley National Laboratory tentang hubungan bangunan dengan manusia menunjukkan bahwa:
• Produktivitas orang bekerja di dalam bangunan meningkat 7-13% dengan kualitas udara yang lebih baik.
• Produktivitas orang bekerja di dalam bangunan meningkat 15-50% dengan penggunaan cahaya matahari alami yang cukup.
• Pergerakan udara yang terbatas adalah penyebab utama “sick building syndrome”
• Pencahayaan artifisial memproduksi 2-4 kali lebih panas dari pencahayaan alami pada tingkat terang yang sama.
Manusia harus dapat bersikap transenden dalam mengelola alam, dan menyadari bahwa hidupnya berada secara imanen di alam. Akibat kegiatan atau perubahan pada kondisi alamiah akan berdampak pada siklus-siklus di alam. Hal ini dimungkinkan adanya perubahan dan transformasi pada sumber daya alam yang dapat bedampak pada kelangsungan hidup manusia. Perancangan arsitektur haruslah menjadi sistem yang sinergi antara komponen-komponennya sehingga menjadi sistem yang terus menerus dan berkelanjutan. Oleh karena itu pemikiran rancangan arsitektur yang menekankan pada ekologi, ramah terhadap alam, tidak boleh menghasilkan bangunan fisik yang membahayakan siklus-siklus tertutup dari ekositem sebagai sumber daya yang ada ditanah, air dan udara.

 

Perubahan Iklim dan peran Arsitek untuk “Sustainable Life”

Menghadapi pengaruh iklim global dan juga iklim local di Indonesia,dengan pola pikir bahwa harus ada perubahan agar masa yang akan datang tidak lebih buruk dari masa sekarang (sustainable life) menajdikan lingkungan-lingkungan binaan seperti rumah,wilayah,kompleks,dll akan menghasilkan dampak terhadap kenyamanan penghuninya.Terjadi cara pandang dalam menyikapi perubahan iklim dalam lingkungan binaan.Contohnya pada saat suhu semakin panas ,ada lingkungan binaan (dalam ahl ini unit kecil yaitu rumah) yang beradaptasi dengan menggunakan AC dan ada yang menggunakan tanaman agar dapat mendinginkan ruangan.Terjadi dua pendekatan untuk beradaptasi,namun dampak yang dihasilkan ternyata lain.Bayangkan jika setiap rumah menghadapi pemanasan global ini ditanggapi dengan “teknologi pendingin” dan satu lagi dengan “Alamiah”.Dengan penggunaan AC , maka ruangan menjadi dingin,tetapi membutuhkan energi yang berasal dari listrik dan pda sumbernya akan menghasilkan gas-gas yang malah akan membuat bumi semakin panasa,dan AC pun menghasilkan panas diluar ruangan tersebut.

Jika seluruh rumah melakukannya dapat dibayangkan,udara diluar semakin panas,dan energi yang dihasilkan besar sekali,tapi tidak seekstrem juga harus tanpa AC karena ada beberapa bangunan dalam skala lebih besar yang memang memerlukannya.Penggunaan teknologi ini harus diimbangi juga dengan beberapa upaya yang lebih baik agar iklim dan lingkungan bersahabt dengan kita.Pada kasus ayng satunya ,jika kita menanam pohon,banyak keuntungan yang didapat yaitu pohon mendinginkan ruangan dengan bayangannya,daunnya tidak meradiasikan panas,dan kita mendapat O2 juga bayangkan jika seluruh rumah memiliki banyak pohon akan berpengaruh dan mengurangi CO2 sebagai gas pencipta pemanasan global.

Dari kasus llingkungan binaan dan kaitannya dengan manusia,sudah ada perbedaan pendekatan yang sebenarnya berdampak ke kehidupan yang akan datang.Di sini arsitek,akademisi,dan pihak-pihak lain sebagai salah satu pemangku kepentingan pengembangan kota,dan merancang lingkungan binaan adalah pihak yang berperan penting dalam memberikan jasa konsultasi untuk pembangunan dan pengembangan lingkungan binaan. Arsitek berperan penting dalam merancang bangunan untuk tempat tinggal, bekerja, rekreasi dan lain-lain. Arsitek bertanggung jawab merancang bangunan agar layak dihuni dan digunakan untuk kegiatan ekonomi dan sosial sehari-hari. Pada dasarnya, setiap pembangunan pasti akan mengubah keseimbangan lingkungan alami dan mengubahnya menjadi lingkungan binaan (built environment).

Dalam perancangan bangunan, arsitek didukung oleh beberapa disiplin lainnya. Peran arsitek dan disiplin lainnya sangat penting dalam merancang bangunan yang dapat beradaptasi dengan perubahan iklim tersebut. Pengoperasian bangunan gedung bertingkat tinggi memerlukan energi yang besar untuk penerangan dan pendinginan udara, sistem penyediaan air bersih, pembuangan air dan sampah.Pengaruh perubahan iklim ini terhadap dunia arsitektur juga ternyata berkaitan juga dengan pengaruh dunia arsitektur terhadap perubahan iklim.Seperti kasus penggunaan AC dan pohon dimana dipengaruhi iklim global tetapi juga pendekatan tersebut berpengaruh balik kepada perubahan iklim global.Ada bangunan yang merespon dengan baik sehingga akan menjadikan hasil yang lebih baik.Peran –peran arsitek pada perancangan banguna-bangunan dan juga lingkungannya akan berpengaruh terhadap iklim global.Sektor-sektor konstruksi,pembangunan pun berpengaruh terhadap perusakan lingkungan ,dapat dilihat dari pengambilan material mulai dari hulu ke hilir,secara terus menerus,mengurangi tanaman,yang akan menjadikan banyak bencana dan bumi semakin panas.

Pengaruh Iklim terhadap arsitektur dan pengaruh balik arsitektur terhadap perubahan iklim harus dilihat secara bijaksana.Indonesia sebagai Negara beriklim tropis,dalam pembangunannya seharusnya dapat memanfaatkan keuntungan iklim tropis di Indonesia,seperti panas matahari yang menyinari setiap hari,adanya daerah-daerah yang sering hujan,tanah yang bagus sehingga dapat ditumbuhi tanaman.Negara lain pun yang beriklim subtropics,dll memiliki kelebihannya sendiri dan iklim-iklim ini erat kaitannya dengan pembangunan diwilayah tersebut. Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan.

Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.

Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai.Arsitek di daerah subtropis tentu berbeda dalam pendekatan perancangan terhadap bangunan didaerahnya,dengan pendekatan dinding dua lapis,atap dapat datar,dll.Di Indonesia,sudah ada ratusan tahun yang lalu rumah-rumah “tradisional” yang terbukti sampai sekarang baik dalam hal beradaptasi terhadap iklim di Indonesia dan juga perubahan Iklim.
Arsiteknya pada dahulu menggunakan pendekatan “alamiah” dan sebenarnya pada saat sekaran pendekatan ini dapat diterapkan.Dengan aturan-aturan hanya kayu apa yang digunakan,material bambu,pengangkatan lantai dari tanah karena lembabnya tanah,pemasukan udara melalui sela-sela dindin,dll,berbeda sekali dengan konstruksi material yang menghabiskan banyak energi dan pencariannya secara besar- besaran pada zaman sekarang ini. Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang ‘wajib’ dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Dengan perbuahan iklim ini,dan juga pemanfaatan iklim di Indonesia, ada beberapa arsitek yang menggunakan pendekatan seperti yang tadi dijelaskan diatas yaitu memikirkan masa yang akan datang ( sustainable).
Arsitek dalam merancang lingkungan binaan salah satunya bangunan menyadari perubahan iklima dalah sesuatu yang berpengaruh terhadap bangunan yang akan dibuatnya,dan juga manusia mengetahui bahwa iklim sangat berpengaruh terhadap tempat yang ia tinggali. Banyak cara untuk pendekatan terhadap perubahan iklim dan juga iklim setempat di berbagai daerah.Contoh diatas dengan menggunakan Menciptakan iklim mikro (dalam dearah tertentu) dengan menanam pohon pelindung dengan tajuk lebar akan mengurangi suhu cukup signifikan dalam daerah yang terlindungi/teduh. Ruang terbuka (hijau) juga penting, selain sebagai penyerap karbon, juga merupakan ruang interaksi sosial bagi pengguna bangunan. Penghawaan dan pencahayaan alami dapat mengurangi beban pengoperasian bangunan. Selain itu, penyinaran panas yang berlebihan juga harus dihindari untuk mengurangi beban pendinginan udara.
Hal ini dapat dilakukan dengan merancang sirip-sirip atau kanopi di jendela-jendela bangunan.Air hujan yang terjadi di Indonesia dimanfaatkan secara baik untuk memenuhi kebutuhan air penghuni bangunan..Jika iklim mikro ini diterapkan disetiap rumah ,dapat dibayangkan bagaimana hasilnya. Indonesia, sebagai negara tropis, mendapatkan sinar matahari, sepanjang tahun. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh perancang dengan memasang solar panel untuk menyimpan energi surya yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan energi bangunan Indonesia, dengan teknologi rendah dan harga yang terjangkau. Ada beberapa teknologi lainnya yang dapat dimanfaatkan seperti mikro hidro (untuk komunitas) dan tenaga angin (di daerah dengan kecepatan angin tertentu).
Teknologi tidak selamanya menyumbang terhadap pemanasan global,tetapi juga dengan penerapan teknologi yang baik dan terencana ,akan menjadi sebuah lingkungan binaan yang baik dan berkelanjutan.Lingkungan yang beradaptasi dengan pengaruh iklim local dan iklim global dapat dimanfaatkan dengan baik,selain mengurangi dampak pemanasan global juga member sumbangsih terhadap keberlanjutan lingkungan binaan tersebut
Adaptasi dan pendekatan terhadap perubahan iklim global dapat dilakukan dengan mengadopsi kearifan lokal dalam perancangan.Pada zaman dahulu di Indonesia para perancang rumah –rumah yang disebut “Arsitektur Tradisiona”l sudah menerapkan rancangan yang terbukti bertahan dalam menghadapi iklim di Indonesia. Pada tahun 1980 an para arsitek Indonesia bergelut dengan topik “Arsitektur Tropis” yang bertujuan memanfaatkan sebesar mungkin keuntungan geografis Indonesia di daerah tropis guna mengurangi pemakaian energi di dalam bangunan.Sekarang yang dibicarakan menjadi “Green Architecture” ataupun “Sustainable Architecture” yang sebenarnya merupakan penyempurnaan dari prinsip-prinsip dasar yang terbahas dalam “Arsitektur Tropis” dengan memanfaatkan kemajuan teknologi (yang baik) dalam pergerakan arsitektur global.Protokol Kyoto,Climate exchange,Peringatan Hari Bumi,merupakan perhatian nyata warga dunia terhadap perubahan iklim global yang semakin terasa.,dan bumi,sebgai tempat manusia tinggal dan beraktivitas sudah semakin terdesak,dengan segala kerusakan yang manusia timbulkan dimuka bumi.

Arsitek dalam hal ini memiliki peran penting ,dalam dunia rsitektur ,bangunan terbentuk umumnya menyesuaikan dengan iklim dimana bangunan itu berada,bangunan berfungsi untuk manusia beraktivitas didalamnya dan dapat menghadapi iklim global.Dalam menghadapi iklim seperti ini,tidak hanya bangunan yang kuat merespon perubahan iklim tetapi juga memanfaatnkan dan mejadikannya sebagai bangunan yang “sustainable”,member sumbangsih dengan mengurangi efek pemanasan global dan juga berperan menjadikan bumi semakin baik dan bersahabat dengan manusia.

 

 

Teknologi Bahan Arsitektur Ramah Lingkungan

Kebutuhan primer manusia akan papan (tempat tinggal), saat ini bukan lagi hanya menjadi sebuah kebutuhan. Kebutuhan tersebut beralih menjadi kebutuhan yang diiringi dengan keinginan. Keinginan itu berupa desain yang elegan, menciptakan  kenyamanan, dan tidak membosankan. Peluang ini dimanfaatkan oleh beberapa desainer material untuk menciptakan bahan-bahan yang menjadi pelengkap dalam karya-karya arsitektural.

Mengingat kondisi alam yang kekayaannya terus-menerus berkurang dan mulai langka untuk didapatkan, para kaum kreatif berusaha untuk menghadirkan sesuatu yang serupa tetapi tak sama dengan harga dan tidak menggunakan bahan alam. Sebagai contoh, penggunaan parket kayu sebagai lantai, kini dapat digantikan dengan lantai vynil yang terbuat dari bahan dasar PVC (bahan untuk plastic) dengan motif mirip seperti parket kayu. Dapat dilihat seperti gambar di bawah :

13584208481065195213lantai parket                 lantai vynil

Para kaum kreatif ini tidak hanya berusaha bagaimana menghadirkan sesuatu yang serupa dengan aslinya, namun juga mulai mengembangkan ide-idenya menjadi sesuatu yang memiliki nilai estetika. Bentukan-bentukan bahan pelengkap arsitektur yang variatif dan unik dibuatnya untuk memuaskan keinginan para konsumen. Sebagai contoh, penggunaan plafond dari  triplek, gypsum, kini perlahan mulai terganti dengan bahan-bahan alumunium dan PVC. Dapat dilihat seperti gambar di bawah :

1358421097242240555

plafond PVC                         plafond alumunium               plafond PVC

Bahan-bahan ini dapat dikatakan ramah lingkungan karena menggantikan material alam seperti kayu yang saat ini semakin berkurang drastis. Isu global warming menjadi input masalah terciptanya perancangan desain-desain ini. Untuk melestarikan alam yang semakin lama keadaannya semakin buruk, para kaum kreatif menyumbangkan idenya untuk membantu mengurangi eksploitasi alam (terutama kayu-dari pohon), dan membuat terobosan baru yang ramah lingkungan.

TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN DALAM ARSITEKTUR

Image

Bangunan TK di Belanda

Konsep green architecture saat ini sedang gencar digaungan, karena menghasilkan bangunan yang ramah terhadap lingkungan sekitar. Karena bangunan ramah lingkungan ini memiliki kontribusi dapat menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro. Green building adalah suatu praktek membuat struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang seefisien mungkin di seluruh siklus hidup suatu bangunan, dari saat mendesain, melakukan konstruksi, membangun, memelihara bangunan, melakukan renovasi dan dekonstruksi bangunan. Konsep green building sendiri menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan. Sebuah bangunan sekolah di Prancis ini dapat menjadi contoh desain arsitektur yang ramah lingkungan karena mengangkat tema green atau hijau.

Sebuah Taman Kanak-Kanak (TK) di Rotterdam, Belanda didesain dengan konsep eco-friendly alias ramah lingkungan. Adalah sebuah perusahaan arsitektur, Kraaijivanger yang membangun TK ini. Bangunan ini dulunya merupakan bangunan tua bekas sebuah peternakan pada abad ke-16, yang kemudian disulap menjadi sekolah dengan konsep bangunan ala pertanian. Bangunan TK terdiri dari dua gedung. Satu gedung lama, dan satu gedung baru. Kedua gedung ini memiliki 12 kelas, sebuah gym, ruang pembibitan tanaman, dan satu aula yang berkapasitas sekitar 230 anak untuk usia 3-6 tahun. Karena memiliki banyak ruangan yang kosong, pemilik sekolah pun memanfaatkan beberapa ruang kosong didalamgedung.

Misalnya, sebuah gudang direnovasi menjadi sebuah kelas. Atap miring yang menutupi gudang membuat anak-anak dapat merasakan langsung sinar matahari. Dengan demikian anak-anak dapat menikmati cahaya alami dan dapat berinteraksi langsung dengan pemandangan alam. Tidak hanya itu, beberapa ruang kosong lainnya disulap menjadi kantor, ruang makan, dapur, perpustakaan, dan ruang untuk guru. Terdapat sebuah jembatan penghubung yang menghubungkan antara gedung lama dan gedung baru. Jembatan ini terbuat dari kayu yang kokoh dengan struktur logam.

Arsitek gedung TK ini sangat memperhatikan susitainable gedung ini. Misalnya dengan menerapkan teknologi modern hijau seperti pada penggunaan energi surya, Lampu LED, sistem pengolahan limbah, dan bahan-bahan alami untuk konstruksi dan dekorasi. Tidak hanya itu, pada taman bermain pada TK ini pun ditanami oleh tanaman hijau dan sayur. Arsitek menyebut, desain ini dipilih karena dia ingin menjadikan lingkungan alam bisa menjadi sarana pembelajaran bagi pemanfaatan sumber daya alam, dan mengajarkan anak-anak untuk ikut bertanggungjawab pada kelestarian lingkungan. Sehingga anak-anak nantinya akan berinteraksi dengan air, tanaman, dan alam. Agar mereka bisa mengetahui bagaimana energi itu bisa dihasilkan. Jadi, mereka dididik secara alami.